Hebat Pengurus Peradi DPC Surabaya Masa Bhakti 2022 – 2027 Akan Segera di Lantik

 

SURABAYA, Liputan Terkini – Sebagaimana di sampaikan hakim konstitusi, Suhartoyo, bahwa “Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) merupakan satu-satunya wadah profesi advokat dalam UU Advokat yang memiliki kewenangan, di antaranya melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat, melaksanakan pengujian calon Advokat dan melaksanakan pengangkatan Advokat”, ucapnya.

Selain itu, Peradi juga berwenang membuat kode etik, membentuk Dewan Kehormatan, membentuk Komisi Pengawas, melakukan pengawasan, dan memberhentikan Advokat, tambah Suhartoyo.

Seiring hal itu, Hariyanto, SH., M.Hum Ketua Peradi DPC Surabaya terpilih menyampaikan bahwa “Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Kota Surabaya telah rampung membentuk kepengurusan baru periode 2022 – 2027. Selasa (10/1/2023). Dan di rencanakan pelantikan pengurus akan di gelar 3 hari lagi”.

Bertempat di Ballroom Shangrila Hotel, Surabaya, Jawa Timur, pada hari Sabtu (14/1/2023), ungkap Hariyanto.

Kiranya rekan – rekan Advokat Peradi di seluruh Tanah Air bisa menyaksikan secara langsung live streaming di Instagram kami @dpcperadisby dan
Live chanel you tube kami DPC PERADI SURABAYA, pungkasnya.

Perlu di ketahui, Hariyanto, SH., M. Hum, telah dipercaya kembali untuk memimpin organisasi Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) DPC Surabaya yang sebelumnya Hariyanto telah di nyatakan sukses memimpin Peradi DPC Surabaya untuk periode 2017-2022.

Dan terpilihnya Hariyanto sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Surabaya kembali, atas dukungan 400 orang lebih anggota DPC Peradi Surabaya secara aklamasi yang hadir dalam musyawarah cabang (muscab) yang digelar di Graha Samudra, Bumimoro, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (9/9/2022) yang lalu.**
(Red)

Edukasi Polantas Surabaya, Menggunakan Plat Nomor Dimodifikasi dapat di Pidana

Awas…! Menggunakan Plat Nomor Dimodifikasi dapat di Pidana Kurungan 2 Bulan atau Denda 500 ribu

SURABAYA, Liputan Terkini – KENDARAAN bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik untuk menggerakkannya, dan digunakan untuk transportasi darat. Umumnya kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran.

Guna menjaga keamanan dan ketertiban saat di gunakan di jalan raya, pemerintah telah membuat aturan baku dalam bentuk Undang – undang yang mengatur syarat dan ketentuan kelayakan menggunakan kendaraan bermotor di jalan, salah satunya wajib adanya Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).

Kasat Lantas Polrestabes Surabaya, Kompol Arif Fazlurrahman saat di konfirmasi menyampaikan bahwa “Setiap pengguna kendaraan bermotor yang melintas di Jalan, wajib mematuhi peraturan”, ucap Arif.

Sebagaimana tertuang dalam pasal 280, Undang – undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan.

“Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan, yang tidak di pasang tanda nomor kendaraan (TNKB) yang di tetapkan oleh Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana yang di maksud dalam pasal 68 ayat (1) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak 500,000,-“, tambahnya.

Jadi setiap warga negara yang baik, wajib mematuhi aturan yang di tetapkan oleh pemerintah, pungkas Arif.**

Pengertian Hukum Pidana

Pengertian Hukum Pidana

Hukum pidana adalah peraturan yang mengenai pidana. Kata “pidana” sama dengan derita atau siksaan, yang berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seseorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan sebagai suatu penderitaan, tetapi harus dengan alasan tertetu untuk melimpahkan pidana ini.

Ada 2 (dua) unsur pokok dari hukum pidana, yaitu :

  1. Adanya suatu “norma”, yaitu suatu larangan atau suruhan; dan
  2. Adanya “sanksi” atas pelanggaran norma itu berupa ancaman dengan

    hukum pidana.

Pengertian hukum pidana menurut beberapa ahli :

  1. Prof. van Hamel : “semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu Negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum, yaitu melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut”.
  2. Prof. Simons : “kesemua perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh Negara yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) berangsiapa yang tidak menaatinya, kesemuanya aturan-aturan yang menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan- aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut”.
  3. Prof. Pompe : “semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana dan apakah macamnya pidana itu”.

    Berdasarkan beberapa pengertia diatas, dapat dipahami bahwa hukum

pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

  1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut;
  2. Menentukan kapan dan dalam ha-hal apa kepada mereka yang menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan; dan
  3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

SEJARAH KODIFIKASI HUKUM PIDANA.


Jonkers berpendapat dalam bukunya berjudul Het Nederlandsch-Indische

Strafstelsel yang diterbitkan di tahun 1940 dikalimat yang pertama dalam tulisanya menyatakan De Nederlander, die over wijdezeeen en oceanen baan koos naar de koloniale gebieden, nam zijn eigenrecht mee (Orang-orang dari Belanda yang mengarungi lautan dan samudra luas memiliki cara untuk mendiami tanah-tanah jajahannya, membawa aturanya sendiri untuk dirinya). 22

Pada masa penjajahanya pemerintah Belanda telah berupaya untuk melakukan kodifikasi hukum di Indonesia, dimulai tahun 1830 hingga tahun 1840, namun kodifikasi hukum tersebut tidak termasuk hukum pidana. Dalam hukum pidana kemudian diberlakukan interimaire strafbepalingen. Pasal 1 ketentuan ini menentukan hukum pidana yang sudah ada sebelum tahun 1848 tetap berlaku dan mengalami sedikit perubahan dalam sistem 

Walaupun sudah ada interimaire strafbepalingen, pemerintah Belanda tetap berusaha menciptakan kodifikasi dan unifikasi dalam lapangan hukum pidana, usaha ini akhirnya membuahkan hasil dengan diundangkannya koninklijk besluitn 10 Februari 1866. wetboek van strafrech voor nederlansch indie (wetboek voor de europeanen) dikonkordinasikan dengan Code Penal Perancis yang sedang berlaku di Belanda.24

Zaman Indonesia merdeka untuk menghindari kekosongan hukum berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 semua perundang-undangan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru. 

Untuk mengisi kekosongan hukum pada masa tersebut maka diundangkanlah Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang berlakunya hukum pidana yang berlaku di Jawa dan Madura (berdasarkan Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1946 diberlakukan juga untuk daerah Sumatra) dan dikukuhkan dengan Undang- Undang Nomor 73 Tahun 1958 untuk diberlakukan untuk seluruh daerah Indonesia untuk menghapus dualsme hukum pidana Indonesia. Dengan demikian hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ialah KUHP sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 beserta perubahan-perubahannya antara lain dalam Undang-Undang 1 Tahun 1960 tentang perubahan KUHP, Undang-Undang Nomor 16 Prp Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 18 Prp. Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Maksimum Pidana Denda Dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Penambahan Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pembajakan Udara pada Bab XXIX Buku ke II KUHP.25